Memahami kapan dan bagaimana cara yang tepat untuk menggunakan kompres panas (termoterapi) dan dingin (krioterapi) adalah pengetahuan dasar pertolongan pertama yang sangat krusial dalam penanganan cedera umum di rumah tangga, tempat kerja, atau saat berolahraga. Keputusan yang tepat antara panas atau dingin dapat mempercepat pemulihan dan meminimalkan rasa sakit serta pembengkakan. Prinsip dasarnya berpusat pada respons fisiologis tubuh terhadap perubahan suhu. Kompres dingin dirancang untuk digunakan pada cedera akut, yaitu cedera yang baru terjadi dalam kurun waktu 48 hingga 72 jam pertama, seperti keseleo pergelangan kaki, memar, atau ketegangan otot mendadak. Fungsi utama kompres dingin adalah vasokonstriksi, yaitu menyempitkan pembuluh darah. Proses ini secara efektif mengurangi aliran darah ke area yang cedera, yang pada gilirannya membatasi dan mengendalikan peradangan, pembengkakan, dan perdarahan internal pada jaringan lunak. Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan oleh tim medis dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta, pada periode Januari hingga Maret 2024, mengkonfirmasi bahwa pasien yang segera menggunakan kompres dingin (dalam 1 jam pasca-cedera) menunjukkan pengurangan pembengkakan lutut sebesar 40% dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan kompres sama sekali.

Di sisi lain, kompres panas bekerja dengan mekanisme yang berlawanan, yaitu melalui vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah). Karena efeknya yang meningkatkan sirkulasi darah dan relaksasi, kompres panas ditujukan untuk cedera kronis atau nyeri yang bersifat non-inflamasi, seperti otot kaku, nyeri punggung bawah kronis, atau kekakuan sendi yang disebabkan oleh osteoarthritis. Panas sebaiknya hanya digunakan setelah fase akut peradangan (pembengkakan) telah berlalu. Jika kompres panas digunakan pada cedera baru yang masih bengkak dan meradang, peningkatan aliran darah justru akan memperparah pembengkakan dan rasa sakit. Contoh aplikasinya terlihat pada seorang anggota pemadam kebakaran di Surabaya yang sering mengalami kekakuan leher dan bahu akibat membawa perlengkapan berat. Dia rutin menggunakan kompres panas (bantalan pemanas elektrik) selama 20 menit sebelum sesi peregangan harian untuk melonggarkan otot dan meningkatkan fleksibilitas.

Waktu aplikasi dan teknik yang benar sangat penting. Untuk kompres dingin, aplikasikan segera selama 15 hingga 20 menit per sesi, diulangi setiap dua hingga empat jam selama dua hari pertama cedera. Penting untuk selalu membungkus sumber dingin (seperti es batu atau ice pack) dengan handuk atau kain tipis untuk mencegah cedera beku (frostbite). Sementara itu, untuk kompres panas, durasi yang disarankan juga sekitar 15 hingga 30 menit, dan suhunya harus hangat dan nyaman, bukan panas membakar. Kedua jenis kompres ini memiliki kontraindikasi spesifik. Jangan pernah menggunakan kompres dingin pada area tubuh yang memiliki sirkulasi buruk atau pada penderita penyakit Raynaud, karena dapat memperburuk kondisi pembuluh darah. Sebaliknya, kompres panas harus dihindari oleh individu yang memiliki neuropati (kerusakan saraf yang mengurangi sensasi) atau pada area yang terbuka atau terinfeksi. Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Jakarta Pusat mengadakan pelatihan pertolongan pertama pada tanggal 10 April 2025, yang secara spesifik menekankan larangan menggunakan kompres panas pada luka terbuka atau infeksi kulit, karena panas dapat mempercepat pertumbuhan bakteri dan meningkatkan risiko infeksi.

Keputusan untuk menggunakan kompres dingin atau panas secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut: Dingin adalah untuk baru, bengkak, dan sakit (Inflamasi Akut), sedangkan Panas adalah untuk lama, kaku, dan nyeri (Kronis). Pemilihan yang salah dapat memperpanjang waktu pemulihan secara signifikan. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang terlibat dalam aktivitas fisik atau memiliki kondisi nyeri kronis, pemahaman yang mendalam mengenai prinsip dasar krioterapi dan termoterapi ini adalah investasi penting dalam kesehatan dan pemulihan diri.